Oleh: Rezita Agnesia Siregar
Siang semakin terik, panasnya terasa menusuk lapisan kulit
terdalamku. Pelajaran komputer akan segera dimulai, meski aku dan teman-teman
sekelasku tengah berada di laboraturium tetap saja panasnya semakin menjadi.
Bagaimana tidak, sebab AC di ruangan ini tengah padam. Namun demi seuntai ilmu
komputer, aku dan teman-temanku rela merasakan gerah. Di dalam ruangan ini
hanya berisi komputer berkisar 20 unit, sedangkan murid ada 40 orang, jadi satu
komputer dipakai oleh dua orang murid, aku bersanding dengan teman baikku,
namanya Zia Ulfatimah. Kali ini guru komputer akan mengajarkan tentang
Microsoft Excel. Setelah ibu guru menjelaskan beberapa menit lalu dilanjutkan
dengan praktik. Setelah melakukan praktik menggunakan Microsoft Excel, ibu guru
memberi sebuah tugas yang harus siap hari ini, hadiahnya bagi yang sudah siap
menyelesaikan tugas boleh memainkan internet. Kala itu aku dan teman-teman
belum terlalu paham dengan internet, sebab kami masih duduk di bangku kelas X
aliyah, yang kami tahu hanyalah chating.
Jadi setelah menyelesaikan tugas dari ibu guru aku dan temanku Zia, mulai membuka internet, tujuannya mencari
teman baru dari chating. Ribuan nama
samaran terpampang di layar komputer, namun aku tetap menggunakan nama asliku,
Rezita_Agnesia Siregar. Zia hanya menemaniku chating, Zia tidak terlalu suka mengobrol dengan orang yang tidak jelas
asalnya. Baiklah, Aku dan Zia mulai memilih nama mana yang akan mulai kami ajak
ngobrol, mataku tertuju pada sebuah nama 'cowok_tangguh'. Sepertinya menarik.
Aku mulai mengetik satu kata 'hai' lalu enter,
beberapa saat kemudian balasan datang, aku merasa nyambung mengobrol dengannya,
setelah beberapa saat mengobrol dengannya, cowok yang mengaku tangguh tersebut
mulai meminta nomor handphone-ku.
Lalu kukatakan padanya agar dia saja yang memberikan nomor handphone-nya padaku, dia pun setuju. Bel pulang sekolah berbunyi, chating pun berakhir.
Tepat pukul 14.00 wib para murid berbondong-bondong keluar
kelas. Aku masih berdiam berpangku tangan di atas mejaku, Zia mengajakku pulang
bersama namun aku masih ingin sendiri di kelas. Aku seperti orang yang sedang
menunggu sesuatu, ya benar. Aku menunggu kekasihku, kepalaku dipenuhi ribuan
tanya, apa sebab dia berubah. Sudah tiga hari aku tak mengetahui sedikitpun
kabar kekasihku, tak biasanya seperti ini, biasanya setiap pulang sekolah ia
selalu menjemputku di depan pagar sekolahku. Bagai mimpi buruk bagiku, aku tak
bisa menghubunginya karena nomor handphone-nya
tak aktif. Semua teman-temannya pun tak ada yang tahu tentangnya, entah memang
tidak menahu atau bahkan malah menutupi keberadaannya. Aku keluar kelas untuk
menunggu kedatangannya. Aku berdiri di bahu jalan, aku melihat kanan dan kiri
berharap dia datang atau bahkan hanya sekedar melewati sekolahku, tanpa terasa
azan Ashar berkumandang, aku menyeru panggilan Allah, mataku mulai berkaca dan
menetes kala aku mengedipkan mataku, aku tidak tahu apa sebab air mata ini
jatuh membasahi pipiku, karena haru mendengar Azan atau karena aku kecewa.
Sedari pukul 14.00 wib hingga azan mulai memanggil aku masih setia menahan
diriku untuk tetap menunggu kehadirannya. Namun kenyataan memang tidak sedang
berpihak padaku. Aku beranjak menuju masjid untuk terus memohon yang terbaik
untuk dia yang aku cintai. Dalam sujudku tak henti memohon pada Allah agar aku
dipertemukan dengannya meski hanya berpapasan di manapun itu, aku akan
mensyukurinya. Namun Allah belum mengabulkannya. Aku yakin pasti ada saatnya.
Aku mulai bersahabat dengan air mata, bahkan untuk tersenyum
pun aku lupa bagaimana caranya. Hari-hariku dihantui dengan bayang-bayangnya.
Sampai pada akhirnya pembagian rapot semester tiba, aku tahu apa yang akan
terjadi pada nilaiku, aku tahu semua penyebab nilaiku turun, bagaimanapun
keadaannya dialah semangat hidupku. Bagaimana mungkin melewati hari-hari tanpa
dia, begitulah kalimat yang setiap hari terbesit dibenakku. Tanpa penjelasan
apapun tanpa tahu apa salahku, dia mungkin telah bahagia. Tak pernah terlintas
di otakku untuk mendatangi rumahnya. Untuk apa lagi aku mengemis cinta yang tak
ada lagi untukku. Baiklah aku akan mencoba menjalani hari-hariku tanpa dia,
meski dulu tak ada satu kegiatan pun yang aku lalui tanpa dia, aku sudah
terbiasa bersamanya, sulit bagiku untuk memulai hari yang baru, namun aku harus
bisa.
Aku selalu mengotak-atik handphone-ku,
membaca semua pesan masuk darinya, air mata pun enggan tertahan. Aku mulai
kesepian dan gelisah sangat menyiksaku. Aku mengecek phonebook di handphone-ku,
berharap ada seseorang yang bisa menghilangkan galauku. Aku menemukan sebuah
nama 'cowok_tangguh' aku teringat dengan nama ini, yah, dia adalah teman chating-ku yang kemarin. Aku pun
mengirim pesan padanya,
'hai cowok tangguh, ini nesya teman
chatingmu yang kemarin, masih ingat?' send.
Tak beberapa lama, pesan baru masuk.
'oh, dari kemarin aku menunggu
pesanmu loh, apa kabar?'.
Percakapanku dengannya berlangsung panjang. Aku merasa
nyaman dengan pertemanan ini, meski aku belum pernah bertemu dengannya, aku
merasa dia lelaki yang sangat baik. Dia sangat perhatian padaku, setiap hari
dia selalu menelfonku, namun tetap saja aku belum bisa membuka hati, aku masih
mencintai kekasihku, meski aku tahu pasti dia tak menganggapku lagi.
Galau belum pergi, kesedihan bertubi menghampiriku. Papaku
harus dirawat di rumah sakit karena penyakit diabetes yang diderita telah
berkomplikasi dengan paru-paru, yang menyebabkan papaku harus bernafas dengan
bantuan tabung oksigen. Cowok tangguh yang memiliki nama asli Yusuf Gunawan itu
semakin perhatian padaku, apalagi karena tahu keadaan papaku sedang sakit,
lelaki yang kupanggil Awan ini menawarkan diri untuk menjenguk papaku di rumah
sakit, sekalian bertemu denganku untuk pertama kalinya. Tentunya aku tak boleh
menolak niat baiknya untuk menjenguk papaku, aku mengirim alamat rumah sakit
papaku dirawat. Awan datang membawa buah-buahan serta dua batang cokelat
untukku, kudapati sepucuk surat
terselip diantara kedua cokelat tersebut
'Biarpun hanya cokelat,tapi
mempunyai arti yang sangat dalam. Salam kenal gunawan ucapkan kepada nesya'.
Setelah membaca surat
singkat tersebut, aku tersenyum. Setelah pertemuan itu, aku menganggap Awan
adalah sahabatku, tidak lebih. Awan juga begitu, dia selalu cerita tentang
wanita yang saat ini tengah ia cintai, sepertinya ia sangat serius, aku selalu
memberi masukan-masukan agar ia berhasil mendapatkan wanitanya itu, meski
sebenarnya nasihat itulah yang aku inginkan dari kekasihku dulu. Tiga bulan
berlalu, aku masih berkabung di ruang kegalauan, entah bagaimana lagi agar aku
bisa move on. Awan mengajakku untuk
bertemu dengannya, ia katakan bahwa ia ingin curhat langsung padaku tanpa lewat
telfon. Sebenarnya aku sedikit enggan, namun dia adalah sahabatku, dia selalu
ada mendengarkan curhatku, mengapa aku tidak, akhirnya aku pun setuju untuk
bertemu dengannya.
Hari rabu, tanggal 29 juli 2009. Aku dan awan bertemu di
sebuah taman, awan mulai bercerita tentang wanita yang ia cinta, aku pun
menjadi pendengar yang baik baginya, sampai suatu ketika dia bertanya padaku,
"Nesya
tau gak siapa wanita yang selalu Awan ceritakan?" tanya awan lirih.
"Enggak,
Awan kan gak
pernah bilang, awan selalu bilang ntar bakal tahu sendiri, sampai sekarang Nesya
gak tahu tuh, emangnya siapa wanita itu Wan?".
"Namanya
Nesya". Bodohnya aku ketika itu aku tak mengira bahwa Nesya yang dimaksud
awan adalah aku. Aku malah terkejut karena namanya sama denganku bukan terkejut
karena ternyata wanita yang ia cintai adalah aku.
"Wah,
namanya kok bisa sama ama Nesya ya?" kataku terkejut.
"Nesyanya
itu kamu loh Nesya!" jawab Awan serius. Aku terdiam dan tak berani menatap
awan, aku tak percaya hingga akhirnya seperti ini, aku belum bisa melupakan
kekasih pertamaku dulu.
"Iya,
makasih uda cinta sama aku." kataku lirih.
Beberapa saat aku dan Awan saling diam, aku mulai canggung
dengan pertemuan ini. Di tengah keheningan Awan membuka suara dengan mulai
menyanyikan sebuah lagu,
"Bila
engkau menerima cintaku, aku akan setia kepadamu, karena dirimu yang selama ini
kucari", kira-kira begitulah reffnya. Aku masih membisu, aku tidak tahu
harus berkata apa.
"Kamu
tahu kan
gimana keadaan cintaku dulu, aku belum bisa move
on, aku belum bisa melupakan dia." kataku cemas.
"Aku
akan bantu kamu untuk melupakan dia, kamu harus keluar dari ruang kegalauan!
sampai kapan kamu akan terus begini? Masa depanmu masih panjang, kita jalani
saja dulu" kata Awan menyemangatiku. Aku pun diam dan mengangguk pelan.
Setahun perjalanan cintaku dengan Awan, aku masih saja
mengenang kekasihku yang dulu, entah mengapa aku jadi begini, mungkin karena
dia adalah kekasih pertamaku. Aku masih belum bisa memberikan perhatian
sepenuhnya pada Awan, aku masih merasa biasa saja. Hingga suatu ketika aku
menemukan kekasihku itu di sebuah jejaring social Facebook, kudapati ia tengah menjalin cinta dengan orang lain, sama
sepertiku sekarang yang tengah menjalin hubungan dengan Awan. Sakit semakin
menusukku, Ruang kegalauan semakin gelap kurasa, namun melihat dia tengah
bahagia dengan wanita lain, aku tersadar bahwa aku harus bangkit dari
keterpurukan ini, aku harus membuka hati untuk orang yang benar-benar
mencintaiku, yang saat ini tengah menungguku mengatakan bahwa aku juga
mencintainya. Aku menemui Awan, kusampaikan padanya bahwa aku juga
mencintainya, dia tersenyum haru.
Setelah dua tahun berjalan, ada yang berubah dari perjalanan
cinta ini, aku menyadari Awan sangat mencintaiku, karena cinta yang berlebih
inilah yang membuatku menganggap keadaan ini berubah, Awan mulai posesif. Bukan
posesif biasa, tapi ini luar biasa bahkan membuatku gerah. Aku nyaris tak
pernah berpergian sendirian, Awan selalu ingin menemaniku, ia melarangku
berteman dengan orang yang tidak ia senangi, hanya karena kecemburuannya,
setiap hari ia melihat kotak masuk di handphone-ku, aku seperti terdakwa
yang tengah di introgasi oleh hakim di pengadilan, aku gerah. Aku tahu ini
semua karena Awan terlalu mencintaiku, tapi kurasa dia tak menaruh kepercayaan
padaku.
Selama pacaran dengan Awan, aku mempunyai sahabat bernama
Cholil Audad. Awalnya Awan tak begitu posesif mengetahui aku punya sahabat
pria, lama-kelamaan awan semakin cemburu dengan semua perhatian dari sahabatku,
sampai pada akhirnya awan menyuruhku menjauhi sahabatku Cholil dengan sejuta
penjelasan menghantamku.
"Apa
yang didapat dari dia? Perhatian? Gak cukupkah perhatian yang kuberikan? Dia
itu suka sama kamu, makanya dia perhatian gitu, aku ini lelaki, aku tau gimana
lelaki kalau suka pada wanita, kamu memang anggap dia sahabat, tapi dia pasti
nganggap kamu lebih dari sahabat, jauhi dia!" kata Awan mendiktatorku.
Berjuta-juta argumen aku layangkan padanya tetap saja ia tak terima aku
bersahabat lagi dengan Cholil. Aku semakin tersudut, disatu sisi aku sadar
dengan semua yang disampaikan Awan, semua itu benar.
Perjalanan berlanjut, ditengah emosi yang menerpa aku
melawan semua aturan-aturan Awan, aku tak perduli dengan argumen dia yang
mengatakan bahwa aku tak butuh orang lain lagi, sebab Awan akan berikan semua
yang aku mau. Aku membantah, Awan pun membentakku dengan keras, aku terdiam,
selama dua tahun sebelas bulan perjalanan cintaku dengannya, baru kali ini aku
merasa sakit dibentak olehnya, aku merasa inilah sifat aslinya dia, aku tersedu
dan aku tak mampu menahan air mataku. Saat itu juga Awan menyesali perbuatannya
tadi dan meminta maaf padaku, aku masih terdiam bersama air mataku, Awan terus memohon
dan ikut menangis bersamaku. Aku memutuskan untuk mengakhiri semua pasungan
ini.
Setelah kejadian itu, aku menghubungi sahabatku, Cholil.
Kukatakan padanya bahwa aku tak bersama Awan lagi. Dia mengiburku dengan
perhatiannya, aku merasa nyaman dengan sahabatku ini, suasana ini kurasa
berbeda. Sebulan berlalu aku merasa chemistry
yang berbeda dari perhatian sahabatku ini. Lama-kelamaan Cholil menyatakan
bahwa dia menyayangiku, aku pun tak dapat membohongi perasaanku, kalau ternyata
aku juga menyayanginya. Akhirnya hubungan ini tak lagi bernama sahabat. Satu
bulan hubunganku dengan Cholil, aku menunggu dia mengucapkan happy
anniversarry padaku, namun ternyata dia tak seromantis Awan yang selalu
merayakan setia bulan anniversarry. entah aku atau dia yang egois. Dan
ternyata dia sama sekali tak menganggap hubungan ini istimewa. Yang membuat aku
selalu marah pada Cholil, jika aku diam karena marah, dia juga diam tanpa
menyelesaikan permasalahan atau mendinginkan suasana. Namun aku tetap saja
sangat menyayanginya. Apa sebabnya? Itu yang selalu ditanyakan Awan padaku,
kenapa aku bisa sangat menyayangi dia, padahal pengorbanan Awan lebih besar,
bahkan Cholil nyaris tak ada berkorban untukku. Entahlah, aku pun tak dapat
menjawabnya, yang aku tahu cinta tak pernah beralasan. Tanpa sebab, tanpa
karena.
Siang itu, aku mencoba menghubungi Cholil sebab smsku tak
dibalas-balas olehnya, dan ternyata nada yang kudengar adalah nomornya sedang
sibuk, sedari tadi aku menunggu sms balasan ternyata dia tengah sibuk telponan
dengan orang lain, rasa cemburu mulai menguak. Setelah ku telfon beberapa kali
ternyata handphone-nya tak aktif lagi. Aku menunggu hingga malam tiba,
nomornya belum aktif juga, aku semakin khawatir, pemikiran negatif semakin
berkecamuk di kepalaku. Sampai keesokan harinya dia memberiku kabar bahwa
semalam ia berada di tempat saudaranya, dan katanya tak ada sinyal. Aku marah
padanya, karena semalan nomornya sibuk, ia tak mengiraukan perkataanku. Sejak
kejadian kemarin Cholil berubah. Secepat inikah? Ia tak lagi perhatian padaku,
semua perkataan bagai melawan penjajah, hingga amarah semakin memuncak, aku
menawarkan pertanyaan yang harusnya tak kutanyakan.
"Kau
kenapa sih? Kalo mau putus bilang aja!" kataku lewat sms.
"Terserah
kaulah, aku capek pacaran kayak gini terus". Aku terbungkan membaca sms
itu, seketika aku mengingat Awan, kalau aku bertengkar dengan Awan, ia selalu
berkata lembut dan pada akhirnya selalu mengalah meski aku yang salah. Kali ini
aku kembali meneteskan bulir air mataku, aku tak percaya dia akan mengatakan
itu, setahuku dia yang salah karena tak memberiku kabar, kenapa jadi dia yang
marah dan merasa capek dengan hubungan ini? ah apa-apaan ini. Seketika itu, aku
menganggap hubungan ini telah berakhir, meski tak ada kalimat resmi yang mengatakan
bahwa benar-benar telah berakhir.
Sejak itu aku kembali ke masa dimana aku tersungkur di
ruang kegalauan. Aku mulai enggan melakukan aktifitas apapun, aku tak mau
makan, yang kulakukan hanyalah berdiam diri di kamar memainkan semua lagu galau
dan menangis terisak-isak. Ini di luar dugaanku, di saat aku benar-benar tulus
mencintai, ternyata aku menaruh hati yang salah. Disaat perasaanku biasa saja,
namun ada seorang yang begitu mencintaiku hingga inilah yang dinamakan cinta
buta. Beberapa minggu aku terus berdiam di kamarku dan berusaha menghabiskan
air mataku, agar tak ada lagi kesempatanku untuk menangisi Cholil. Kenapa mudah
bagimu melepaskan cinta yang kutanam begitu dalam, kenapa?
Aku memberi tahu perihal berakhirnya hubunganku dengan
Cholil pada Awan, keadaan jadi berbalik seperti dulu. Awan terus menguatkanku,
tak hentinya dia mengatakan, "Sudahlah hentikan airmatamu, jangan kamu
buang untuk menangisi yang sia-sia". Benar, aku terlalu hebat untuk
menangisi hal biasa.
Aku mulai menyibukkan diriku agar tak terbesit setitikpun
tentang Cholil di fikiranku, kurasa ini adalah cara terampuh. Di sisi lain Awan
masih terus berharap agar aku kembali menerima cintanya. Aku tahu Awan lelaki
yang luar biasa, tak kan kutemukan dimanapun cinta sehebat cintanya Awan
padaku, aku tersanjung. Namun karena sakit yang teramat perih kurasakan, aku
jerah mencintai sebelum waktunya, aku akan menunggu cinta yang halal pilihan
Tuhan, entah itu Awan atau bukan? mungkin iya. Tuhan akan memberikan jodoh yang
baik kepada orang yang baik, itu janji Tuhan. Kan kutunggu hingga Tuhan yang memilihkannya
untukku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar