Bagaimana mungkin aku hendak menulis tentang hal
lain, sedang kau terus mengusik isi pikiranku. Pikiran yang terus memaksaku
untuk mengakhiri semuanya. Mengakhiri apa? Apa rupanya yang sudah dimulai? Apa?
Padahal aku sadar, berkali-kali kau mengucapkan “Semua ini belum kita mulai,
Ney. Belum.
Sekalipun berkali-kali juga kau telah menjelaskan
bahwa ini takkan pernah ada ujungnya, ini tidak akan pernah terjadi sesuai
skenario “sampah” yang aku tata. Sekalipun kau tak pernah menyukai perpisahan.
Yah, apalagi perpisahan yang tak pernah ada pertemuan sebelumnya.
Iya, aku hanya berupaya untuk tahu diri, bahwa
sebenarnya tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini. Tapi kemustahilan?
Ada. Mustahil itu ada, seperti hubungan yang entah apa namanya ini. Ini
mustahil sekali untuk mendapat gelar apapun. Aku tahu diri akan hal itu.
Pun aku sudah berusaha mati-matian memaksa hatiku
untuk berdamai, untuk tidak memupuk harapan yang kian rimbun. Sulit sekali
untuk mematikannya, aku pikir jika harapan itu masih bertunas, ia masih bisa
dicabut dari akarnya, ternyata aku juga salah. Mana bisa. Aku sudah mencobanya,
Kak. Bahkan aku sudah membasminya dengan vaksin air mata, sudah.
Sedari awal aku tidak pernah menyangka hingga sejauh
ini. Sejauh mana? Ah hati kau saja yang berlebihan menanggapi ini, Ney. Semua
terlihat biasa saja. tidak ada apa-apa. Kenapa kau menganggap semua ini seperti
ada apa-apa.
Jangan tanya kenapa aku beranggapan semua ini
seperti ada apa-apa. Karena aku pun tidak tahu. Aku juga masih mencari alasan
dan jawaban, yang menjelaskan dengan Karena bukan dengan gelengan kepala. Tapi
tetap tidak kutemukan, aku hanya menemukan jawaban bahwa semua ini tidak
beralasan. Mungkin itulah jawabannya. Apalagi yang hendak aku lakukan? Terduduk
di atas rerumputan basah, mendongak ke langit, berharap kau juga sedang
menatapnya? Berdialog gila dengan rembulan, berharap hujan meredupkan silaunya,
lalu memanjatkan pinta? Tidak dengan semua itu. Aku hanya bisa melakukan ini,
ini yang sedang kau baca dengan rasa penasaran bukan karena peduli. Apalagi
sayang. Pun cinta.
Dan saat Tuhan datang mengahampiri kesendirian yang
risau di sudut kamar. Ingin sekali aku mengatakan bahwa aku memang tidak
pantas. Aku hanya serial catatan pinggir dalam setiap episode kisah lelaki
pemeran utama itu. Aku hanya aroma kecut dari sisa cinta, yang sebenarnya
terbuang namun sayang katanya. Aku hanya sebait puisi yang hilang, yang ketika
ditemukan aku terpental jauh tertabrak seonggok rasa tak peduli. Hanya itu,
maka pantaslah aku ingin akhiri sesuatu yang katanya belum dimulai. Padahal aku
sudah memulainya jauh sekali, jauh sekali. Jauh.
Mungkin karena anggapanku ini sudah terlalu jauh,
aku lupa kemana arah untuk pulang. Hilang aral, beginikah rasanya tersesat itu?
Rumah yang ingin kutuju belum aku ketahui alamatnya. Tapi, biarlah aku
berpetualang. Menyusuri jalan landai, menikmati banyak keindahan. Percaya,
radar membawaku pada sesuatu yang menginginkan adaku sebagai pemulai sesuatu
yang telah diakhiri di masa lalu, dan bertahan lebih lama dari selamanya. Tetap
tinggal, sekalipun telah banyak singgah. Menetap hingga rasa Tuhan mencabutnya.
Hingga Tuhan berkata waktunya pulang.
Kutulis ini dengan rasa bahagia, karena kau telah
memintaku untuk tetap bersinar meski tanpamu. Dan aku sudah berjanji untuk
menjadi Bidadari Medan yang lebih bahagia dari Bidadari Surga..
*Selalu
mencintai Pagi, karena bersamanya mimpi-mimpi semu berangsur pergi.*
21
Oktober 2014
Di
sudut kamar.
Judul terinsiprasi dari foto profil Rahmi Irada Lubis di Fb ^^
Kamu mencoba lepas dari belenggu yang akhirnya terbebas kah dek?
BalasHapustapi kata2nya baguus :3 tapi akhir akhir ni curhat terus yaa :p
Berusaha move on dakuu bang-e :)) Maaf abaaang kalau tulisanku galau terus :( janji mau buat tulisan happy deh :D
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusperasaan hati yang dapat ditulis melalui tulisan sehingga hati lega dgn masalah hati walaupun masih teringat. :)
BalasHapuskereennn kaa ;) ungkapan hati
Yup bener dek, jika mulut bungkam tak mampu lagi mengungkapkan. Hanya tulisan yg menyeruak tuk menjelaskan.
HapusSuka banget sama tulisan kakak. Pengen move on dari orang yang tak pernah menjadi milik kita. Rosa banget kkak 😊
BalasHapusSering2 post tulisan2 yang lainnya ya kak😊
Terimakasih sudah suka tulisan kaka Rosa :)) go move on.
HapusHihi, tulisannya sedih banget ya kakak. Terkadang, melepas apa yang tidak pernah kita genggam, jauh lebih sulit daripada yang pernah digenggam. :)
BalasHapusSedih banget ya? Tp awalnya malah ketawa. Hha dasarr
Hapus"Dan aku sudah berjanji untuk menjadi Bidadari Medan yang lebih bahagia dari Bidadari Surga...." kalimat itu mantep banget. :D
BalasHapusYuup. I'm Bidadari Medan :))
Hapusmengakhiri sesuatu yang belum dimulai..... dulu dulu aku hampir seperti ini.....
BalasHapushemmmmm rasanya tuuuuu DISINI *nunjukdada.. :'(
Life must go on :))
HapusNyesek sih, baca post kek gini.
BalasHapusYang paling gue seneng sama view picturenya. Keren..
salam kenal dari tulisanwortel.com
Terimakasih sudah mampir, salam kenal :))
Hapusdalem ya kata-katanya, pasti pake hati..
BalasHapussemoga cepat move on, wahai bidadari Medan :D
Pake jari loh nulisnya, masak pake hati :p makasih ud mampir, moveon sih gk semudah nasihat yg kamu tuliss huhu..
HapusSama kek gue nihh . . terlalu mencintai seseorang dan sampe lupa cara untuk move-on . . apalagi gue mencintai seseorang yang tidak mungkin gue dapatkan . . biarlah . .
BalasHapusbiarlah dia menjadi ketidakmungkinan yang selalu aku semogakan . . ;'(
Maaf ya curhat . .
Ciyee yg ngerasa senasib, huhu *toss* makasih uda jalan2 ke rumahmayaku ya azkarey :)
Hapus