Sore
makin mendung, Juan bergegas pulang kerumah, untuk menagih janji ayahnya dihari
ulangtahunnya kali ini. Kampus yang tidak jauh dari rumahnya membuatkanya hanya
mengandalkan kaki untuk bisa sampai kerumah tanpa perlu naik kendaraan umum
atau bahkan di jemput oleh ayah atau ibunya seperti tahun-tahun kemarin sebelum
masuk ke bangku kuliah.
Sejak
masuk ke Taman Kanak-Kanak hingga SMA, Juan telah terdidik menjadi anak manja
oleh ayah dan ibunya. Bagaimana tidak, menjadi anak semata wayang membuat orangtua
Juan sangat menyayanginya. Meski Juan telah berumur 18 tahun dan duduk di
semester satu, orangtuanya masih saja menganggap Juan seperti anak TK.
Bukannya
berontak seperti anak laki-laki kebanyakan, Juan malah sangat senang bila
dimanja dan dianggap anak kecil oleh orangtuanya, baginya tidak ada hal
menggembirakan selain bermanja-manja dengan orangtuanya.
“Ayah
mana, Bu?” tanya Juan sembari melepas sepatunya di depan pintu.
“Kalau
masuk rumah itu ya ucap salam dulu gitu toh dek, ini malah nyariin ayah” sambut
ibu yang tengah duduk di bangku beranda rumahnya.
“Ih
Ibu, apa Ibu tidak ingat ini hari apa, kenapa berlagak tidak tahu sih” Juan
mendudukkan dirinya di bangku sebelah ibunya.
“Ini
tanggal 13 januari, trus kenapa?” ibu berpura-pura tidak tahu. Padahal ibunya
tidak pernah lupa, dan ayahnya pun tengah pergi ke toko untuk membeli kado
ulangtahun buat Juan.
“Ah,
Ibu menyebalkan, kalau Ibu saja tidak ingat, gimana lagi dengan Ayah, pantesan
Ayah belum pulang. Ayah sama Ibu sama saja” Juan marah dan masuk ke dalam
kamarnya, ibunya hanya diam.
Secepat
kilat Juan masuk ke dalam kamar, dihempaskannya tasnya. Diambilnya ponsel dari
tasnya buru-buru menelfon ayahnya, yang tengah dalam perjalanan menuju pulang
kerumah untuk memberi kejutan pada Juan.
“Halo
Ayah” sapa Juan dalam telfon
“Iya
sayang, ada apa?” tanya ayah yang tengah mengendarai mobilnya
“Ayah
juga lupa ya sama seperti ibu?” Juan mendesak
“Lupa
apa Juan?” tanya ayahnya dengan ponsel di menempel di teliga kanannya.
“Hari
ini kan tanggal 13 januari, hari ulangtahunku Yah, kenapa Ayah belum pulang?”
“Oh”
ayah berlagak tidak tahu dan cuek, padahal ayah akan pulang membawa kejutan
untuk Juan
“Ih
Ayah, kenapa jawabnya hanya oh?”
“Di
sini hujan Juan, sebentar lagi Ayah pulang” Telfon terputus karena kilat yang
menggelegar.
“Kenapa
Ayah memutuskan telfonnya, ah semua menyebalkan” Juan menghempaskan tubuhnya di
atas tempat tidur. Sepertinya tidak ada harapan akan merayakan ulangtahun dirinya
seperti tahun-tahun kemarin. Padahal Juan ingin membuktikan pada teman-temannya
bahwa tanggal ulangtahunnya bukanlah tanggal sial. Sebab selalu saja ada hal
yang menimpanya ketika tanggal 13 januari seperti tahun-tahun yang lalu.
Sosok
dua pria berseragam polisi datang menghampiri rumah Juan, ibu Juan pun
menyambut dengan hati yang sangat cemas. Seperti ada perasaan tidak menentu
dalam hatinya. Perasaan cemas itu pun akhirnya terjawab dengan pernyataan
polisi yang mengatakan bahwa ayah Juan mengalami kecelakaan dan tengah kritis
di rumah sakit. Sebuah pohon besar yang sudah tua jatuh menimpa mobil ayahnya
yang tengah melintas.
Ibu
Juan terkejut dan menjerit sejadi-jadinya memanggil nama juan, “Juan…..” jerit
ibunya membuat Juan tersadar dari lamunannya, Juan tidak menghiraukan panggilan
ibunya, sekali lagi ibunya menjerit memanggil Juan, hingga akhirnya dengan
berat hati Juan datang menghampiri ibunya yang tengah menangis terisak-isak di
hadapan dua polisi yang berdiri depan rumahnya. Juan pun heran mengapa ibunya
bisa menangis hingga terisak. Setelah polisi menjelaskan perihal kecelakaan
ayahnya, Juan pun ikut terisak dengan gaya menangis manjanya. Juan menyesal
karena telah marah-marah pada ayahnya dalam telfon. Ayahnya kecelakaan pasti
karena menerima telfon darinya ketika tengah mengendarai mobil, fikirnya.
Juan
dan ibunya bergegas pergi ke rumah sakit dimana ayahnya dirawat. Setibanya di
rumah sakit, Juan menemukan ayahnya terbaring ditutupi dengan kain putih dari
ujung kepala hingga ujung kaki. Tangis
Juan semakin menjadi, begitupun ibunya. Serasa ditampar oleh gelegar petir, sakit
sekali menahan tangis ketika harus menangisi kepergian ayahnya dihari
ulangtahunnya. Juan mulai yakin dengan kesialan hari lahirnya,
“Tuhan….kenapa
kau ambil ayah di hari ulangtahunku, kenapa kau membuatku membenarkan tuduhan
teman-temanku tentang kesialan tanggal lahirku, kenapa Tuhan..” Juan menjerit
dan meraung-raung di depan mayat ayahnya.
***
“Juan..”
sayup-sayup terdengar suara ayahnya membangunkan tidur Juan “Teman-temanmu
datang untuk merayakan hari ulangtahunmu tuh, kenapa tertidur di sini. Ayah sudah
siapkan semua yang kamu mau, untuk perayaan ulangtahunmu”. Juan mengucek-ngucek
matanya dan memegang kedua pipi ayahnya, tidak percaya bahwa kejadian itu
hanyalah mimpi.
“Kamu
kenapa Juan?” tanya ayah
“Benarkah?
Hmm, enggak apa kok Yah, Ayah duluan aja, nanti Juan nyusul” ayah tersenyum
tipis kemudian berlalu meninggalkan Juan. “Hanya mimpi, fiuuhh” Juan menyeka
rambutnya.
Tanggalnya nge-pas. Bacanya berasa flashback pernah begitu, hha.
BalasHapusDitunggu cerpen2 lainnya yak.. kalau boleh req. Sih ttg wanita pevintabhujan dan pria pelukis :)
waah ternyata cuma mimpi. Coba dibikin nyata, ayahnya bicara sama Juan tapi dari alam lain....
BalasHapuskeren ceritanya deeek :D
Alhamdulillah cuma mimpi.. :D
BalasHapusBlog walking ke blognya nesya.
BalasHapusUlang tahunnya tanggal 13? Keramat. Hehe