Dilarang Buang Sampah di Sini, Kecuali BINATANG! |
Pun jika
ditanyakan perihal alasan para warga membuang sampah sampah bukan pada
tempatnya tersebut, ada saja alasan yang sangat sulit diartikan. Tidak ada
lahan pembuangan sampah yang lain lah, tinggal di pemukiman komplek lah, dan
banyak lagi. Padahal solusinya mudah saja, membakarnya. Tapi lagi-lagi
alternatif tersebut dibantah dengan alasan yang klasik sekali. Tidak sempatlah,
sibuk ngurusin kerjaan lah, padahal banyak sekali keuntungan bila kita mau
membakar sampah yang kita miliki, selain bisa menjadikan tanah sisa pembakaran
tersebut menjadi tanah bakar untuk tanaman, membakar sampah juga membantu
negeri kita dari penumpukan sampah di pusat pembuangan sampah. Tapi sepertinya,
masyarakat kita masih minim kesadaran.
Membaca
dengan seksama kalimat larangan tersebut, agaknya menyindir para pembuang
sampah yang diartikan sama halnya seperti Binatang, karena larangan keras
tersebut dinyatakan untuk manusia, terkecuali untuk binatang, dan jika masih
saja ada manusia yang membuang sampah di tempat tersebut, berarti sama saja
manusia itu dengan binatang, yang tidak mampu membaca aturan dan tidak berakal
untuk memahaminya.
Bahkan di
tempat lain, ada juga larangan keras yang menyatakan langsung nama jenis
binatangnya, sepertinya yang menulis larangan tersebut sudah benar-benar kesal
hingga ke ubun-ubun, mungkin jika tertangkap basah siapa pelaku pembuang sampah
sembarangan tersebut, maka habislah ia layaknya pencabret yang dipukuli masa.
Membuang sampah sembarangan tersebut jelas akan merugikan warga yang tinggal di
daerah tersebut, bagaimana tidak, warga akan merasakan bagaimana "harumnya" tumpukan sampah yang dihinggapi ratusan lalat, dan warga sekitar jugalah yang
akan merasakan penyakitnya nanti, sedangkan si pelaku? Merasa bangga dengan ulah
negatifnya itu, miris sekali.
Pembuangan
sampah liar bukan hanya terjadi di pinggir jalan saja, namun juga di sungai.
Sungai yang menjadi sumber kehidupan warga sekitar, di situ tempat mandi, di
situ tempat mencuci baju, piring dan tempat bermain anak-anak dan di situ
pulalah warga lain membuang sampah. Rasa-rasanya pantas sekali jika si pembuang
sampah tersebut disamakan dengan binatang, karena ia tidak punya hati nurani
untuk tega membiarkan warga lain mandi dengan air yang mereka tumpuki sampah.
Dan tulisan larangan itu, sudah seperti angin lalu, bagai anjing menggonggong
kafila berlalu.
Padahal si
pembuang sampah tersebut tahu, kalau membuang sampah bukan pada tempatnya akan
mengakibatkan kebanjiran, namun masih saja dilakukan. Slogan-slogan tentang
larangan tersebut agaknya sudah mereka ajarkan pada anak mereka sendiri, tapi
malah yang mengajarkan itu yang melakukan, bagaimana generasi kita bisa
mencontoh perbuatan yang baik kalau perbuatan baiknya saja sudah dilanggar oleh
orang yang seharusnya menjadi pembimbingnya.
Jika sudah
banjir, maka sibuk menghujat pemerintah dan mengatakan bahwa pemerintah tidak
becus menjaga kenyamanan warga, dan dampak lainnya juga berimbas pada mereka
yang patuh pada peraturan, gara-gara sampah setumpuk, banjir se-ibukota.
Seharusnya kita malu pada diri kita sendiri, malu pada generasi penerus kita
dan MALU pada tulisan larangan yang terpampang di atas tumpukan sampah itu,
banggakah kita dikatakan Binatang?
menurut pelajaran biologi, kategori makhluk hidup cuma ada dua kak, hewanatau tumbuhan. jadi wajarlah kalau manusia ada yg ngerasa sebagai itu, hahaha
BalasHapusdi daerah rumah iyah sepanjang sungai buatan asli tumpukan sampah berjejer panjaaaaang udah banyak peringatan tapi ya itulah kek kakak bilang, malas orang ini mengurus sampahnya sendiri.
Aduh ada anak biologi :D
HapusPerkara sampah keliatannya sepele ya, tapi kalo udah numpuk dan menggunung bisa bikin masalah baru. Ntah kenapa kok susyaaaah kali ngajarin orang untuk ngga buang sampah sembarangan yak :(.
BalasHapusmollyta(dot)com