Menumbuhkan Kepedulian dan Apresiasi dalam Keluarga |
Di era yang semakin modern ini, tidak sedikit perpecahan
keluarga kita lihat di mana-mana, kekerasan dalam rumah tangga yang tak
terelakkan, hingga membuat mental anak yang rentan karena sedikit sekali kepedulian
dan apresiasi dari keluarganya.
Jika dilihat latar belakang perpecahan suatu keluarga, maka
sebabnya tidak jauh karena komunikasi yang tidak terjalin harmonis diantara
individu di dalam keluarga tersebut. Padahal sebenarnya, keluarga adalah
sekolah terbaik baik bagi pribadi masing-masing manusia. Jika di dalam rumah
tidak mendapat pendidikan dengan baik, bagaimana bisa berkembang dengan baik di
luar rumah? Maka dari itu ada pepatah yang mengatakan bahwa Kamu adalah
cerminan rumahmu.
Di dalam suatu keluarga, kepedulian dan apresiasi sangatlah
penting, demi terciptanya keluarga yang rukun dan damai. Pribadi masing-masing
manusia pasti berbeda-beda, maka dari itu tidak ada hubungan di dalam keluarga
yang akan damai-damai saja sepanjang perjalanan membina keluarga, pasti akan
ada saja konflik di dalamnya, meski hanya sekedar cekcok mulut belaka, atau
hanya sekedar salah paham. Tidak ada satu manusia pun yang bisa menghindari
konflik dalam keluarga, kita sebagai manusia hanya bisa meredam konflik
tersebut, salah satunya dengan menumbuhkan rasa kepedulian yang tepat dan apresiasi.
Bagaimana menumbuhkan kepedulian dan apresiasi tersebut?
Bagi sebagian anak, kemarahan orangtuanya dianggap sebagai
kebencian yang nyata terhadap tindakan buruk yang dilakukan anaknya, padahal
sebenarnya kemarahan orangtua adalah rasa kepedulian yang sesungguhnya, justru
jika ada orangtua yang diam saja ketika anaknya melakukan perbuatan buruk, bisa
dipastikan bahwa orangtua tersebut benar-benar tidak perduli dengan perkembangan
kepribadian anaknya.
Meski sebenarnya kita ketahui bahwa tidak ada satu orangtua
pun di dunia ini yang ingin anaknya terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak
baik. Maka dari itu, tunjukkanlah rasa kepedulian kepada keluarga terutama
kepada anak, dengan cara yang mudah dipahami anak atau antara ayah dan ibu itu
sendiri.
Dahulu ketika saya masih SD, saya selalu dapat nasihat dari
ibu saya tentang bagaimana tata krama dalam izin meminta uang kembalian. Ketika
ibu saya menyuruh saya ke warung, pasti ada saja uang lebih yang mungkin bisa
saya gunakan untuk membeli makanan ringan, karena saya berfikir, apalah artinya
uang kembalian yang nilainya hanya Rp. 500,- saja. Namun, ketika uang itu sudah
saya belikan makanan ringan, ibu saya malah marah pada saya. Beliau mengatakan
bahwa saya tidak sopan karena tidak meminta izin terlebih dahulu kepadanya,
padahal uang tersebut milik ibu saya sendiri, buat apa lagi minta izin? Toh
pasti bakal diberikan juga. Namun tata krama meminta izin itulah yang dididik
oleh ibu saya, agar lebih menghargai sesuatu yang bukan hak kita, meski barang
tersebut kepunyaan ibu yang mengandung kita sekalipun.
Awalnya, saya kesal karena beranggapan bahwa ibu saya sangat
pelit sekali, mengambil kembalian 500 perak saja dimarahi, padahal jika meminta
izin saja, pasti akan diberikan dengan mudahnya. Tapi setelah ibu saya
menjelaskan maksud ia melarang saya mengambil uang kembalian itu tanpa
seizinnya, barulah saya paham, bahwa ibu saya sangat peduli pada etika meminta
izin, pun dalam keluarga.
Begitu juga dengan kepedulian dalam bidang lainnya,
sesungguhnya naluri seorang ibu selalu saja merasa bahwa apa yang telah ia
ajarkan sudah sangat tepat sekali. Dengan memarahi anak yang nakal, mencubitnya
ketika tidak mau menuruti keinginan ibunya, atau lain sebagainya. Padahal
seharusnya, ibu bisa bertanya kepada anaknya langsung, kenapa ia melakukan
hal-hal yang tidak disukai oleh orangtuanya.
Anak-anak pasti selalu menganggap apapun yang bisa
membuatnya bahagia adalah suatu kebaikan. Jika saja seorang ibu mau bertanya
tentang sebab anak melakukan kesalahan dengan cara yang benar, maka anak akan
memahami makna kepedulian yang sesungguhnya. Ketika dewasa nanti, barulah ia
akan sadar makna amarah orangtuanya tersebut, bahwa itu adalah suatu
kepedulian, namun apakah orangtua ingin anaknya tumbuh dengan perasaan tidak
diperdulikan karena dimarahi orangtuanya? Apakah ingin menunggu sampai
anak-anak menjadi dewasa dan sadar dengan sendirinya? Tentu tidak. Menumbuhkan
kepedulian yang benar bukan hanya ditujukan kepada anak saja, namun juga kepada
ibu dan ayahnya, anak ke orangtuanya atau sebaliknya.
Begitu juga dengan menumbuhkan apresiasi dalam keluarga.
Sedikit sekali memang pribadi dalam keluarga yag sadar akan pentingnya sebuah
apresiasi untuk tumbuh kembang kepribadian anggota keluarganya. Salah satu
anggota keluarga bisa merasa tidak dihargai jika kebaikan yang ia lakukan tidak
dipandang sama sekali oleh keluarganya. Itu bisa menumbuhkan mental yang tidak
baik bagi anak atau bagi anggota keluarga lainnya.
Apresiasi bukan hanya bisa dberikan dalam bentuk materi, apresiasi
juga tidak hanya diberikan terhadap tindakan yang berat dilakukan. Perbuatan
yang kecil juga bisa diberikan apresiasi, tujuannya untuk menumbuhkan rasa
semangat untuk melakukan kebaikan yang lebih lagi. Karena kebaikan yang kecil
saja sudah dapat apresiasi dari keluarganya, apalagi kegiatan positif lainnya.
Misalnya saja ketika seorang anak yang masih duduk di bangu
TK sudah punya niat untuk mencuci piringnya sendiri, meski terkadang kelihatan
belum bersih, namun dengan apresiasi dalam bentuk sedikit pujian, maka akan
membuatnya bisa melakukan lebih. Karena sebuah apresiasi adalah modal utama
dalam terbentuknya keluarga yang lebih harmonis. Jika saja seluruh keluarga Indonesia
sadar akan pentingnya kepedulian dan apresiasi dalam keluarga, maka tidak akan
ada perceraian di Indonesia ini, tidak akan ada anak yang menjadi korban broken home, dan tentu saja bisa
meminimalisir serta meredam tingkat keributan di dalam suatu keluarga. Maka
dari itu, yuk mulai menumbuhkan kepedulian dan apresiasi dalam keluarga kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar