Ada istilah mahasiswa kupu-kupu yaitu mahasiswa yang
kegiatan rutinnya kuliah pulang-kuliah pulang, sampai di kost tidur, alhasil
yang didapatkannya hanya lelah seharian di dalam kelas, pun di dalam kelas
hanya melakukan kegiatan 3DP (Datang Duduk Diam Pulang), apalagi bila mahasiswa
ini anak perantauan, mengingat betapa sulit ayah dan ibu memeras keringat di
kampung demi kuliahnya di kota, seakan sia-sia.
Saya ingat defenisi mahasiswa yang dikatakan oleh dosen saya ketika duduk di semester satu, beliau mengataka bahwa defenisi mahasiswa adalah membaca, karena di dalam ruang kelas, dosen hanya sebagai pengantar dan mahasiswa lah mencari ilmunya sendiri, dengan membaca maka ilmu akan berkembang pesat lewat retorika berbicara, presentase, namun tidak sedikit mahasiswa yang sulit untuk berkomunikasi dengan baik.
Saya ingat defenisi mahasiswa yang dikatakan oleh dosen saya ketika duduk di semester satu, beliau mengataka bahwa defenisi mahasiswa adalah membaca, karena di dalam ruang kelas, dosen hanya sebagai pengantar dan mahasiswa lah mencari ilmunya sendiri, dengan membaca maka ilmu akan berkembang pesat lewat retorika berbicara, presentase, namun tidak sedikit mahasiswa yang sulit untuk berkomunikasi dengan baik.
Untuk memperbaiki diri menjadi mahasiswa yang
sebenar-benarnya mahasiswa adalah berkecimpung di dunia organisasi. Organisasi
adalah guru yang paling bijaksana dalam mendidik mahasiswanya, berkembang mencari
jati diri, bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang siap mental menggemparkan
dunia. Bagi sebagian orang, organisasi adalah penghalang mahasiswa untuk meningkatkan
IP, penghalang mahasiswa untuk tamat tepat pada waktunya. Tidak salah, karena
memang kenyataannya sebagian besar begitu, namun pada dasarnya hal itu tidak
akan terjadi jika mahasiswa tersebut bisa memanajemen diri sendiri dalam
berorganisasi.
Bagi aktifis kampus, organisasi adalah nomor satu. Agaknya
organisasi sudah seperti jurusan kedua yang ia ambil di universitas yang ia
geluti, pun kuliah merupakan harga mati. Kenapa? Karena mahasiswa yang cerdas
adalah mahasiswa yang mampu menyeimbangkan antara kuliah dengan organisasi.
Bukan yang organisasinya hebat, namun kuliahnya anjlok ataupun sebaliknya. Di
organisasi, mahasiswa akan belajar menjadi pemimpin, belajar untuk lihai
berbicara (bukan bersilat lidah). Dan orang besar adalah orang yang lahir dari
rahim organisasi.
Harga mati, tidak ada alasan untuk bernegosiasi dalam
kuliah, karena tujuan awal untuk masuk ke kampus tersebut adalah untuk kuliah
(bukan cari jodoh), dan organisasi adalah jalan untuk mencapai kuliah yang
maksimal. Dan lagi-lagi harus benar-benar saya tegaskan, tidak sedikit
mahasiswa yang lengah dalam menentukan pilihan antara kuliah dengan organisasi,
ketika nama seorang mahasiswa sudah besar di organisasi, tidak sedikit yang
kualitas kuliahnya jatuh perlahan, baginya nama yang sudah melambung hebat
adalah senjata untuk menarik perhatian dosen, padahal itu adalah mindset yang
tidak benar. Ketika seorang mahasiswa mampu mengikuti kuliah dengan baik,
kehadiran mencukupi, presentasi memuaskan, tugas-tugas dikerjakan, dan
kelihaian di organisasi mantab, itu adalah mahasiswa yang sebenarnya.
Pun ketika banyak orang mengatakan bahwa organisasilah yang
membuat mahasiswa anarkis dalam menyampaikan aspirasi ketika demo, itu tidak
salah juga. Karena kerasanya dunia organisasi terkadang membuat mahasiswa tidak
ingin kehidupan disekitarnya di usik, namun salahnya, mahasiswa seperti ini
tidak memandang pada kualitas dirinya dulu, namun sudah pandai berkoar tentang
kualitas pihak lain, kuliahnya saja masih amburadul, masih mau berdemo soal kualitas
pemerintah yang amburadul. Lumayan jika kuliahnya mantab, organisasinya oke,
itu baru namanya mahasiswa sebagai agen perubahan, dan semua itu tidak lepas
dari namanya manajemen organisasi yang baik. Karena prinsipnya adalah
organisasi nomor satu, kuliah harga mati. Tidak ada kompromi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar