2017 ini menjadi tahun pertama kalinya aku dan keluarga mudik bersama. Di tahun-tahun yang lalu, keadaan tidak memungkinkan aku dan keluarga pulang kampung, karena Bapak sedang sakit jadi tidak bisa melakukan perjalanan jauh.
Tahun ini, Bapak sudah tiada. Aku dan keluarga mewakili Bapak untuk berkunjung ke kampung halaman, bersilaturrahmi dan menghidupkan kembali sejarah yang sudah lama tidak dijamahi.
5 Hal yang Harus Dipersiapkan sebelum Mudik
1. Baju dan pakaian secukupnya.
Susun rapi dan lipat agar muat hanya dalam satu tas travel. Gak mau dong ribet-ribet bawa banyak tas. Belum lagi harus menyediakan tas sandang kecil untuk keperluan yang akan dipergunakan semisal HP, Charger, Powerbank, Makeup, Mukenah dalam satu tas sandang kecil.
2. Bekal makanan selama diperjalanan (Untuk yang tidak puasa)
Hemat itu perlu, bukan berarti pelit. Lagian lebih nikmat rasanya makan masakan Ibu ketimbang makan makanan dari restauran di persinggahan. Karena perjalanan dilakukan dalam keadaan puasa, malu rasanya makan di tempat umum. Setuju?
3. Periksa keamanan kendaraan dan tak lupa isi bahan bakar minyak seperlunya sesuai kapasitas perjalanan.
Kenapa tidak full tank? Kemarin aku bertanya begitu ke abangku, katanya kita tidak boleh egois, kita harus berbagi bahan bakar ke pengendara lain, yang penting bahan bakar kita cukup tidak kekurangan. Soalnya, banyak sekali SPBU yang kehabisan bahan bakar karena oknum yang egois terhadap kendaraannya sendiri.
4. Obat-obatan selama perjalanan dan plastik kresek bila mual.
Minum obat anti mabuk bisa meminimalisir kemungkinan mual, minum saat sahur. Bawa plastik hitam kresek antisipasi obat tidak mempan. Tidak lupa bawa minyak kayu putih juga. Tapi, alhamdulillah tidak ada satupun diantara kami yang mual. Alhamdulillah karena perjalanan menyenangkan, hati riang, kepala dan perut pun tenang.
5. Oleh-oleh untuk Sanak Saudara
Menyenangkan hati orang lain akan memberikan efek bahagia untuk diri sendiri, dan hal itu juga termasuk ibadah kan? Nah, karena kita yang dari kota menuju desa. Sudah sepatutnya kita membawa oleh-oleh untuk sanak saudara, minimal cake yang enak untuk dimakan bersama, kalau mau lebih juga boleh bawakan mukenah, baju koko atau bahkan sepatu hingga baju baru. Biar yang dikunjungi juga makin bahagia.
H-1 Lebaran, Hari Sabtu. Aku dan keluarga berangkat dari Medan menuju Kota Aek Kanopan Kab. Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara. Rumah Bude, anaknya adik nenek dari Mamak. Selain rumah Bude, ada banyak rumah sanak saudara yang akan kami kunjungi. Mengingat, inilah kali pertama bagiku datang ke kampung halaman, seperti bertemu orang-orang baru yang sebenarnya termasuk keluarga.
Perjalanan ke Aek Kanopan menempuh waktu sekitar delapan jam bila tidak terkena macet. Kami berangkat sedari pukul 09.00 WIB. Alhamdulillah, perjalanan kami lancar meski ditemani langit yang begitu terik.
Perjalanan mudik ini sangat aku nikmati, aku tak henti berdecak kagum melihat betapa asrinya pemandangan di kanan kiriku, pepohonan yang berjejer rapi, hijau daun yang ranum dan langit yang mengepul awan putih. Sangat menyejukkan hati.
Beberapa kali aku melihat kecelakaan lalulintas, mulai dari kaki anak kecil yang masuk ke jari-jari sepeda motor hingga tabrakan di simpang keluar dari SPBU.
Kejadian-kejadian tersebut membuat kami semakin berhati-hati lagi dalam berkendara. Semoga selamat sampai tujuan.
Kejadian-kejadian tersebut membuat kami semakin berhati-hati lagi dalam berkendara. Semoga selamat sampai tujuan.
Alhamdulillah, sekitar pukul 17.00 WIB menjelang berbuka puasa, aku dan keluarga sampai dengan selamat di rumah Bude. Kemudian kami berberes lalu berbuka puasa bersama, sebelum akhirnya menikmati khitmadnya malam takbiran di kampung halaman.
Setelah istirahat yang begitu nyenyak, nuansa pagi yang dingin dan dibangunkan oleh suara burung yang merdu. Aroma tanah basah di pedesaan memang sangat kental terasa, seperti ingin berlama-lama tinggal di sana, jauh dari hiruk pikuk perkotaan yang dekat dengan polusi dan keramaian.
Kami bergegas ke Masjid Raya kota Aek Kanopan untuk melaksanakan Sholat Idul Fitri. Senang rasanya bisa melaksanakan sholat Idul Fitri pertama kali di kampung halaman. Jiwa sosial masyarakat pedesaan yang begitu lekat sangat benar aku rasakan. Di saat lokasi solat sudah mulai penuh, penduduk mempersilahkan kami menempati bagian yang sedikit kosong kemudian meminjamkan kami sajadah milik mereka. Idul Fitri benar-benar penuh kemuliaan.
Nah, bagian ini yang ditunggu-tunggu dari mudik. Bersilaturrahmi ke rumah sanak saudara. Berkenalan dan bernostalgia tentang kehidupan masa lampau Bapak dan Ibu. Bagian ini sangat menyenangkan, seperti mendengarkan dongeng yang nyata. Bersendagurau, haru dan lucu semua bercampur jadi satu.
Belajar memanggil sanak family dengan tutur sesuai keturunan. Ada Bude, ada Pakde, ada Mbah dan banyak lagi panggilan lainnya. Hihi, seru juga ya.
Perkumpulan keluarga begini pasti jadi ajang nostalgia para orangtua, cerita bagaimana dulu mereka masa-masa kecil bersama. Yang paling seru adalah cerita gimana kegigihan Bapak mendapatkan Ibu, aku dan adik-adikku antusias sekali mendengarkan. Dan di sisi lain Ibu menangis haru merindukan Bapak yang telah tiada. Silaturrahmi ini membuat rinduku pada Bapak kian menggebu. Semoga Bapak tenang di alam sana, di sini kami harus tetap menjalankan hidup dengan bahagia.
Apalagi ketemu banyak sepupu yang umurnya sepantaran, berasa ketemu sahabat baru. Tidak hanya itu, ternyata aku punya banyak sekali sepupu yang masih kecil-kecil, sedikit nakal dan terkadang bikin gemas. Seandainya tinggal di satu kota, pasti rame banget deh setiap hari ketemu.
Menikmati Makanan Khas Lebaran
Silaturrahmi tidak lengkap rasanya tanpa santapan khas lebaran. Seperti lontong, rendang dan sayur pakis gulai. Apalagi kue nastarnya, hmmm. Yummy.
Selain itu, di acara arisan keluarga juga ada santapan khas lalapan. Kami sih bilangnya makanan tradisional orang zaman dulu heheh. Ada sayur lalap, sambal belacan dan tak ketinggalan ayam gulai. Di tengah modernnya makanan kini, ternyata lalapan masih jadi santapan pemersatu keluarga hihi. Lalapan gak kalah enak kok dari pizza.
Ziarah ke Makam Uyut Sekaligus Pahlawan NKRI daerah Labura
Ada banyak hal yang baru aku tahu dari perjalanan ke kampung halaman ini, selain liburan ternyata aku dapat banyak pelajaran. Termasuk mengetahui sejarah penting masuknya Islam di Kota Aek Kanopan berkat jasa uyutku, Mbah M. Sarijan. Yang dikabarkan mati suri setelah beberapa hari dikubur massal bersama pahlawan lainnya. Ternyata Mbahku belum meninggal saat itu, mungkin hanya pingsan.
Bahkan tanda tangan beliau pun ada di salah satu uang Rupiah Indonesia pada masanya. Hingga kini nama beliau dinobatkan menjadi salah satu nama jalan di Kota Aek Kanopan. Bangganya aku jadi keturunan pahlawan.
Kini Uyutku tersebut dimakamkan di Makam Pahlawan Kota Rantau Parapat. Aku dan keluarga berkunjung sejenak untuk mengirimkan doa. Semoga Almarhum beliau tenang di alam sana.
Hari terakhir di kampung halaman harus menjadi hari paling menyenangkan dong ya. Apalagi berkunjung ke lokasi wisata kebanggaan masyarakat sekitar, namanya Pantai 1 Kuala Beringin. Kedengarannya unik ya, pantai tapi ada beringin-beringinnya.
Awalnya sih aku mikirnya gitu, gimana ya ada pantai di lokasi perkebunan. Nah, ternyata pantai ini dominasi sungai. Loh, kok disebut pantai? Iya, ternyata ada sisi dimana sungai ini memiliki tepian berpasir. Jadilah tempat wisata ini disebut pantai, nah soal Kuala Beringinnya ternyata di sekelilingnya terdapat pepohonan rindang. Dimana warga sekitar sering melakukan piknik di bawah pohon-pohon tersebut.
Uniknya lagi nih, pantai ini memiliki jembatan sebagai pemanisnya loh. Sebagai jembatan menyeberangan menuju pepohonan yang digunakan sebagai lokasi pikniknya. Awalnya aku deg-degan loh berjalan di jembatan itu. Goyang-goyang takut ntar jatuh, huuu. Soalnya sepeda motor juga nekat melintasi. Jadinya sepanjang jalan aku ngucap terus deh, fiuuuhhh.
Uniknya lagi nih, pantai ini memiliki jembatan sebagai pemanisnya loh. Sebagai jembatan menyeberangan menuju pepohonan yang digunakan sebagai lokasi pikniknya. Awalnya aku deg-degan loh berjalan di jembatan itu. Goyang-goyang takut ntar jatuh, huuu. Soalnya sepeda motor juga nekat melintasi. Jadinya sepanjang jalan aku ngucap terus deh, fiuuuhhh.
Meski deg-degan, suasana liburan harus tetap menyenangkan. Apalagi matahari terik, gak kalah dengan suara girang anak-anak berenang yang memekik. Yeaaaay, time to holidaaaay.
Kemudian kami bakar ayam dan ikan lele bersama, tradisi piknik yang apik. Kemudian ayam dan ikannya dicocol dengan sambal kecap sembari dinikmati bersama. Subhanallah, indahnya kebersamaan.
Kemudian kami bakar ayam dan ikan lele bersama, tradisi piknik yang apik. Kemudian ayam dan ikannya dicocol dengan sambal kecap sembari dinikmati bersama. Subhanallah, indahnya kebersamaan.
Nah, itu cerita persiapan dan libur lebaranku di kampung halaman. Seru banget, malah rasanya pengen tinggal lebih lama. Tapi, kerjaan di kota sudah manggil-manggil. Huu, waktunya kembali bekerja. Semoga bertemu di tahun berikutnya.
Seneng bgt bisa kumpul2 keluarga besar...
BalasHapusughhh... enaknya bisa kumpul bareng keluarga
BalasHapusWuih 23 tahun gak pernah mudik, aku mah tiap minggu mudik karena deket aja hehe. tapi kalo udah lama gitu jadi seru ya, berasa punya keluarga baru jadi reunian.
BalasHapusSenangnya bisa pulang kampung ketemu sanak saudara. Ritual tahunan yang patut disyukuri.
BalasHapusBakar2 ayam sama ikan lele uhhhh pengen banget begitu, akrab.
BalasHapusCeritanya lengkap ya, kumpul keluarga, menyelami tradisi sampai liburan, senengnyaa..Thanks udah ikutan GA blog ku ya Nez..Gudlak^^
BalasHapusAsik asik, tulisan ini juara satu. Selamat ya mbak. Berkah mudik nih hehe.
BalasHapusSelamat mba agnes, tulisannya menjadi juara satu... Barokallah
BalasHapusasik banget itu bakar2nya, jadi pengen..
BalasHapusJembatannya kayak di Tangkahan ya
BalasHapusAsiknya kumpul keluarga..
BalasHapusAda mukakku woahahah
BalasHapusuyutnya kakek awak juga.ðŸ˜
BalasHapusSeru sekali sepertinya mudik lebaran, sayang sekali saya ngga pernah merasakan namanya mudik lebaran karena semua keluarga saya di jakarta...
BalasHapus